MENATA ULANG PARADIGMA KEHIDUPAN

 


MENATA ULANG PARADIGMA KEHIDUPAN

Manusia punya naluri untuk berpetualang. Jauh dekat itu pada pilihan masing-masing. Tentunya digerakkan oleh motivasi masing-masing. Soal seberapa jauh perjalanan keluar, itu sejauh mana pencapaian yang ingin diraih.

Maka, dalam setiap gerak hidupnya, manusia senantiasa digerakkan oleh tantangan. Baik itu tantangan yang dibuat sendiri. Ataukah yang dihadirkan dalam skema alam sebagai sunatullah.

Lantas kalau kita merenung dan memahami dari sudut terdalam diri. Apa  sih yang ingin dicari dari semua proses petualangan itu. Ternyata hampir semua bilang untuk mencari kebahagiaan.

Pertanyaan berikutnya, ketika tantangan demi tantangan terlampaui. Menyibak segala rintangan. Apakah kebahagiaan terwujud. Yes, betul bisa terasa kebahagiaan itu. Namun mengapa hanya sesaat saja.

Contoh ini kita sederhanakan dalam kasus kecil. Pernah ada bocah gemoy yang merengek-rengek untuk minta mobil-mobilan. Orang tuanya bilang, ntar ya dek nunggu uangnya cukup. 

Si anak sudah tidak sabar. Segala bujuk rayu, rengekan bahkan berkali-kali dimarahi orang tuanya juga tidak mempan. Tekad anak ini sudah membaja. Uang saku rela di potong 90% untuk ditabung.

Singkat cerita mobil-mobilan yang diinginkan bisa terbeli. Gembiralah si anak gemoy ini. Bermain dengan sangat bahagia. Namun apa yang terjadi, itu hanya beberapa hari. Setelah itu sudah bosan dan ingin mainan lain lagi. Bahagia pun hanya sesaat.

Begitulah kita sebenarnya menjalani keseharian kita. Memburu kebahagiaan dan bila sudah didapat cuma sesaat. Watak kebagiaan (kehidupan) dunia memang begitu. Serba sesaat dan instan belaka.

"Wahai kaumku! Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.(QS. Gafir (40) : 39)"

Lantas bagaimana kita harus bersikap? Maka cara pandang kehidupan kita harus berubah (hijrah). Dari orientasi kehidupan jangka pendek (dunia) menuju orientasi masa depan (akhirat).

Apabila kita masih terjebak pada mengejar mati-matian kebahagian dunia belaka, bersiaplah kecewa. Ingatlah akan nasihat tua yang sering kita dengar. "Mati-matian berjuang untuk kehidupan, sampai lupa memperjuangkan kehidupan setelah mati."

Mencermati nasihat ini lantas ada yang bilang. Loh kalau begitu ngapain ngoyo hidup di dunia. Toh semua tidak dibawa mati. Lebih baik kita ibadah saja yang jelas untuk bekal mati.

Eits, ternyata paradigma kehidupan seperti ini juga salah total. Akibatnya orang yang seperti ini juga gagal total. Bukankah kita dimotivasi untuk bahagia dunia dan akhirat.

Orang yang utuh menjalani kehidupan akan menjadikan semua proses hidup untuk memperjuangkan keduanya. Ya dunia ya akhirat. Bahkan dia sangat termotivasi, karena perilaku kehidupan dunia ini akan berdampak pada akhirat. 

"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (QS. (59) Al Hasyr: 18)"

Dunia adalah masa menanam demi kehidupan mendatang. Sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin " Tidaklah mungkin untuk menghasilkan bibit (tanaman) ini kecuali di dunia, tidak ditanam, kecuali pada kalbu dan tidak dipanen kecuali di akhirat." 

Maka sudah sepantasnya kita menata ulang sudut pandang kehidupan kita. Memperbaiki pula cara menjalani kehidupan. Dari yang semula berorientasi kebahagiaan sementara (dunia). Menuju kebahagiaan sesungguhnya (akhirat). Inilah komitmen hijrah yang harus dikokohkan.

Ternyata rumusnya sudah ditegaskan pula oleh Hujjatul Islam. Semua bermula dari kalbu (hati). Maka paradigma hidup yang bertumpu pada akal harus bergeser pada hati. Karena ini rumus yang juga diwartakan para penempuh jalan kebahagiaan.

Wallahu A'lamu Bish-Showab

Desa Menari, 20 Februari 2024

Pejalan Kehidupan












Posting Komentar untuk "MENATA ULANG PARADIGMA KEHIDUPAN"