MENUMPUK SAMPAH KEHIDUPAN

 


MENUMPUK SAMPAH KEHIDUPAN

Suatu sore yang syahdu di Pendopo Berseri Desa Menari berlangsung obrolan ringan tiga orang sahabat pejalan kehidupan. Sebut saja namanya Joko, Jaka dan Jack. Ditengah obrolan, Joko, pejalan kehidupan paling tua melontarkan pertanyaan main-main.

 Kita akan bermain peran kehidupan ya, celetuknya. Wuih pakai ngajak main-main nih kang Joko, sahut si Jaka. Sekarang coba ingat detail orang terdekat kita, pilih salah satu. Boleh keluarga ataupun sahabat kita sendiri. Lanjut Joko seolah mengabaikan keheranan dua sahabatnya.

Permainannya sederhana. Coba temukan sebanyak mungkin kekurangan orang yang kita pilih tersebut. Waktunya lima menit ya. Oke, jawab dua orang sahabatnya. 

Lima menit berlalu, Joko mulai bertanya. Coba Jaka, bisa dapat kekurangan orang tersebut berapa? 14 kekurangan kang Joko. Kamu berapa Jack? Saya dapat 16 kang.

Wah hebat betul kalian berdua ini. Otaknya bener-bener encer. Lanjut lagi ke permainan berikutnya ya. Sekarang temukan sebanyak mungkin kekurangan diri kita sendiri. Waktunya sama lima menit dari sekarang.

Detak jam di Pendopo Berseri seolah melambat. Suasana semakin sunyi, hanya kokok ayam yang sesekali terdengar. Joko menyeruput kopi hitamnya. Setelah meletakkan gelas, kemudian memberi kode. Sudah lewat lima menit ya. 

Jaka kamu dapat berapa? Eee saya baru dapat 8 kang. Lantas kamu berapa Jack? Saya dapat 10 kang. Wah hebat kalian ya. Mau tambah waktu lagi untuk mengulangi permainan yang sama?

Jaka menyela, jelaskan dulu kang apa maksudnya ini? Iya kang, jangan kita semakin penasaran, sahut Jack. Joko tersenyum lantas menarik nafas dalam. Menghembuskan dengan perlahan. Dengan suara berat dia menyampaikan. Inilah permainan kehidupan yang sering menjadi benang ruwet.

Kita lebih mudah sekali menilai kekurangan orang lain. Ibaratnya kekurangan itu sebagai kotoran yang melekat pada orang lain. Kita mudah sekali melihatnya, bahkan bisa detail.

Mengorek kesalahan dan kekurangan orang lain itu mudah sekali dilakukan. Bahkan tanpa sadar kita lebih banyak melakukan itu. Sedangkan untuk melihat kesalahan diri betapa sulitnya.

Cermin yang kotor akan memantulkan bayangan yang remang-remang juga. Hati kita yang keruh akan mudah melihat keruhnya kehidupan orang lain.

Padahal yang harus dilihat lebih dalam itu diri kita. Latihan membersihan hati agar jernih itu penting. Agar yang memantul dari orang lain juga kejernihan. 

Bukankah hukum vibrasi energi berbicara nyata seperti itu. Keburukan akan menarik keburukan. Kebaikan menjadi magnet bagi kebaikan.

Hati kita itu sudah berkerat dengan banyaknya sampah kehidupan, dari iri, dengki, berpikiran negatif dan lain sebagainya. Ditambah lagi kita menarik sampah orang lain kedalam diri kita.

Sebentar kang, kok bisa kita menarik sampah orang lain, protes Jack. Joko menyeruput kembali kopinya. Tersenyum kemudian menatap kedua sahabatnya tersebut.

Semakin kita memikirkan kesalahan dan aib orang lain. Itu ibaratnya kita sedang menumpuk Sampah kehidupan di diri kita. Karena semakin kita mengijinkan diri kita berprasangka negatif, akan menebalkan keruhnya hidup kita sendiri.

Bahkan dalam QS. Al Hujurat: 12 kita diminta menjauhi prasangka negatif terhadap orang lain. Karena itu seperti memakan bangkai saudara kita sendiri.

Masihkah kita biarkan sampah kehidupan semakin menebal dalam diri kita. Sedangkan sampah dari dalam diri saja belum beres di bersihkan. Yuk belajar bareng menjernihkan hati.

Ketiga sahabat tersebut terhanyut dalam dirinya masing-masing. Hanya sepoi angin dan desir pepohonan yang menyelinap ke sanubari mereka. Tenggelam dalam perenungan permainan kehidupan. Sore itu mereka belajar tentang pentingnya membersihkan sampah kehidupan.


Wallahu A'lamu Bish-Showab

Desa Menari, 20 September 2023

Kang Tris DM

Pembelajar Kehidupan

Posting Komentar untuk "MENUMPUK SAMPAH KEHIDUPAN"