Selamat
Datang Para Pejalan Kehidupan, Pesan Simbolik Kalung Cinderamata Desa Menari
Oleh : Kang Tris *
Ketika kita berwisata ke Desa Menari Wisata Tanon
lereng telomoyo akan disambut hangat oleh warga masyarakat yang berjajar
menyalami pengunjung yang datang. Sebuah kehangatan khas masyarakat pedesaan
yang disuguhkan berdasarkan kesadaran,bukan karena tuntutan profesional sebuah
hajatan. Kejutan tidak hanya terhenti disitu, karena para wisatawan akan
diberikan kalung cinderamata sebagai ucapan selamat datang. Kalung cinderamata
yang sangat sederhana, karena hanya terbuat dari benang yang diberikan asesoris
tiga carang pring (potongan kecil cabang pohon bambu) yang ujungnya di berikan
biji pohon puspa. Kesederhanan, kesan yang bisa kita tangkap sebagaimana
tergurat jelas dari warga masyarakat yang menyambut kedatangan para pengunjung
yang sangat di muliakan oleh warga masyarakat.
Dibalik kesederhanaan, ada pesan yang sebenarnya
ingin diberikan oleh warga masyarakat Desa Menari melalui kalung cinderamata
yang diberikan. Tiga carang pring pada kalung cinderamata memberikan pesan
simbolis kepada pengunjung, bahwa untuk dapat memberikan puspa atau keindahan
harus dilandasi oleh tiga hal, yaitu Iman, Ilmu dan amal. Pesan simbolis dari
kalung cinderamata itu menegaskan tugas kita sebagai khalifah Allah dalam tugas
kehidupan ini untuk terus siap menjalankan tugas bukan meminta tugas dalam
rangka menebar kemanfaatan bagi manusia lain, lingkungan dan alam semesta
sehingga hidup kita betul-betul hidup yang memiliki kontribusi, bukan sekedar
hidup menjadi penikmat karya saja. Itulah hidup yang seyogyanya kita perankan
sebagai seorang titah Ilahiah yang terus menjalankan peran yang telah diberikan
oleh Allah dalam kehidupan ini.
Penghayatan dari tiga pilar yang di hadirkan dalam
pesan simbolis tersebut bisa kita cerna satu persatu sesuai penangkapan kita
masing-masing. Iman, menjadi pesan pertama yang disuguhkan kepada para pejalan
kehidupan yang datang ke Desa Menari. Spirit keimanan memberikan dorongan transcendental
yang sangat kuat pada siapapun yang hendak menapaki jejak langkah kehidupan.
Iman adalah dorongan instingtif atau fitrah alamiah yang melekat pada setiap
citaan. Iman merupakan kristalisasi tekad yang menjadikan seseorang memiliki
dorongan untuk melakukan sesuatu yang terkadang sulit diterima oleh akal. Iman
bukan hanya sebatas percaya, namun masuk lebih dalam menjadi sebuah keyakinan.
Apa yang kita yakini akan menjadi alasan berbuat yang tidak terbendung
kekuatannya.
Pilar Iman disini kita terima lebih jauh, yaitu
untuk meng Imani Allah secara totalitas. Saya bilang totalitas, karena tidak
boleh tanggung-tanggung atau setengah hati kita meng Imani Allah SWT. Bukankah
kita sering membaca kisah bagaimana kehebatan sebuah ke Imanan kepada Allah SWT
mamapu memberikan daya dorong yang merobohkan logika kemanusiaan kita. Masih
ingat kita akan kisah Nabi Musa ketika di kejar bala tentara Fir’aun, maka
hanya ke Imanan yang menjadikan beliau terus melangkah. Di kejar Beliau terus
lari sesuai petunjuk keimanan yang dia dapatkan. Ada perintah melemparkan
tongkat ketika berhadapan dengan tukang sihir ya dia lakukan saja, karena itu
perintah dan kaget juga karena tongkatnya berubah jadi ular yang memakan
ular-ular tipu daya tukang sihir. Diperintah untuk memukulkan tongkat ke laut
ya dia terima dan lakukan saja, karena keimanan disitulah jalan pertolongan
akan muncul. Coba kalau perintah-perintah yang muncul ditangkap oleh nalar
rasional manusia, maka yang muncul adalah penolakan. Namun ketika keimanan yang
dikedepankan, maka hal yang diluar akal kemanusiaanlah yang terjadi. Begitulah
logika keimanan. Kita bisa mengambil saripati kisah keimanan dari begitu banyak
contoh. Atau bahkan diri kita sendiri, ketika berada pada endapan kesejatian
sebagai hamba, juga pernah mengalami hal serupa, tentunya kontekstual dengan
apa yang kita butuhkan dan alami. Maka Iman, menjadi pilar pertama yang dibabar
dalan pesan simbolis kalung cindera mata, yang harus disematkan dalam-dalam
bagi siapapun para salik yang sedang menempuh ziarah kehidupan.
Pesan kedua yang dari kalaung cinderamata di Desa
Menari adalah ilmu. Ilmu adalah kristalisasi dari pengetahuan dan pengalaman
yang kita alami selama ini. Ilmu menjadi cahaya yang akan menuntun seseorang
agar terus berjalan melakukan tugas kehidupannya. Bahkan dalam Q.S Al ‘Alaq,
menegaskan ilmu menjadi kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi untuk
menyempurnakan proses perjalanan yang dia lakukan. Berbicara tentang ilmu ini,
tentu kita tidak bisa membatasi pada jenjang pendidikan formal ataupun capaian
strata pendidikan. Pengetahuan begitu luasnya kalau hanya dibatasi pada bangku
pendidikan formal. Disinilah kesadaran kita untuk menggunakan instrument akal
betul-betul harus kita manfaatkan sebaik-baiknya sebagai wujud syukur kita sebagai
seorang hamba. Ibarat melangkah diarea buta, hari demi hari, maka ada
pembelajaran yang harus kita jalani yang akan meningkatkan kapasitas
pengetahuan kita sebagai seorang pejalan. Ketika kita kaji lebih dalam, maka
ilmu yang kita pelajari dan alami justru untuk menguhkan pilar pertama yaitu
keimanan. Maka menurut apa yang saya pahami, sebaik-baik ilmu adalah yang mampu
membenturkan akal kita sampai titik terendah hingga kita menjadi manusia yang
nol sehingga derasnya ilmu yang sejatinya milik Allah SWT bisa kita tangkap dan
akan menerangi langkah demi langkah yang
kita lakukan. Sungguh sebuah kecongkakan, apabila pengetahuan yang kita miliki
justru semakin menjadikan kita merasa bisa dan menjauhkan kita pada kesadaran
zero, nol, osong atau apapun terserah kita menyebutnya.
Bagi pejalan kehidupan, maka memungut pengetahuan
atau jejak makna yang terbentang di hamparan kehidupan ini adalah sebuah
kenyataan yang harus dia lakoni. Boleh jadi kita belajar pada tukang becak,
buruh, petani gurem atau manusia- manusia yang direndahkan oleh logiga
keduniawiaan, namun menyimpan mutiara yang melebihi para penempuh jenjang
keilmuan formal. Merekalan para guru besar kehidupan, yang selayaknya kita
bersimpuh ta’dzim untuk mendengarkan wejangan mereka yang kadang tidak muncul
dalam suara, namun hanya berupa guratan wajah, senyum, tangis, tawa yang harus
kita telan secara utuh untuk menjadi bekal kita dalam melangkah. Merekalah para
pelaku kehidupan yang betul-betul bisa menjalani titah penciptaannya dengan
rasa penerimaan yang harus kita resapi. Maka betul pesan yang sering kita
terima “Jangan melihat siapa yang menyampaikan, namun lihatlah apa yang
disampaikan”. Mari kita camkan betul-betul agar kita tidak terjebak dalam
pepesan kosong. Menarik secara bungkus duniawi,mempesona dalam penampilan namun
keropos dan mudah tubing ketika dihadapka pada persoalan. Maka pesan kedua,
yaitu kesadaran untuk senantiasa meningkatkan keilmuan dalam aku hidup menjadi
penting kita maknai dari kalung cinderamata Desa Menari.
Pesan ketiga yang disampaikan dari kalung selamat
datang di Desa Menari adalah amal. Ya, amal adalah kesatuan perbuatan dari apa
yang kita yakini dan kita ketahui caranya atau ilmu tentang apa yang kita
lakukan. Melakukan sesuatu atau beramal menjadi cerminan dari keyakinan
seseorang dan pengetahuan yang dia miliki. Keberanian kita dalam berbuat atau
beramal menandaskan seberapa banyak manfaat yang akan kita tebarkan dalam
proses kehidupan. Ada diantara kita yang enggan berbuat karena takut berbuat
salah. Disisi lain ada orang yang beramal banyak namun selayaknya buih dilautan
saja, tidak memberikan bekasan atau dampak yang meluas. Maka yang harus terus
menerus kita kaji secara reflekstif adalah bagaimana seharusnya kita beramal?
Maka disinilah keselarasan antara iman dan ilmu kehidupan kita perlukan agar
amal yang kita lakukan memberikan manfaat secara meluas dan kita selalu memohon
agar apa yang kita perbuat menjadi amal yang barokah. Bukan seberapa banyak
yang kita lakukan, namun seberapa banyak manfaat yang bisa dirasakan oleh orang
banyak.
Pesan kalung cindera mata di Desa Menari, bagi para
pejalan kehidupan bisa kita resapi dari Q.S (58) Al-Mujadilah : 11 “ Hai
orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu, “berlapang-lapanglah
dalam majelis”,maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. Dan apabila dikatakan ,”berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan”. Ini adalah sebuah pilar dalam kita menjalani kehidupan yang
sangat dahsyat. Iman, ilmu dan amal menjadi satu kesatuan gerak yang tidak
boleh terpisah satu sama lainnya ketika kita dikehendaki oleh allah untuk
menjadi bagian dari pesona keindahan atau puspa yang merupakan ujung kalung
cindera mata itu sendiri. Biarkan kita menjadi manusia yang diproses oleh Allah
untuk siap hidup dan memberikan warna kehidupan bukan hanya hidup sekedar
hidup-hidupan belaka, selayaknya orang0orangan sawah yang hanya untuk menakuti
atau pelengkap kehidupan saja. Mari terus berlomba-lomba dalam kebajikan.
- Penulis adalah Pegiat Desa Menari Wisata Tanon Lereng Telomoyo
Posting Komentar untuk "SELAMAT DATANG PARA PEJALAN KEHIDUPAN, SEBUAH PESAN SIMBOLIK"