PARIWISATA SEBAGAI PINTU MASUK MENUJU KEMANDIRIAN


PARIWISATA SEBAGAI PINTU MASUK MENUJU KEMANDIRIAN
Kang Tris*

Rumah, merupakan sebuah implementasi dari salah satu tahapan pencapaian yang diidamkan oleh manusia, sepanjang ia masih berada dalam jalur kodrati dan nalar kemanusiaannya. Karena disitulah tercermin akan cita-cita, kristalisasi nilai dan ekspresi rekreasi. Secara fungsional,rumah menjadi tempat persinggahan kita dalam menapaki jejak demi jejak menjalankan titah kemanusiaannya. Rumah tersusun dari berbagai unsur pembentuk, kerangka bangun, dan berbagai item lainnya yang akan memunculkan karakter siapa penghuninya. Melangkah ke sisi praktis akan salah satu bagian rumah yang sangat fungsional adalah keberadaan pintu. Dari pintulah kita akan dapat memasuki dan mengenal lebih detail bagian-bagian dari rumah. Pintu menjadi jalan pembuka komunikasi dari kejumudan pemilik rumah dengan arus informasi dari luar rumah.

Rumah dalam skala luas bisa berbentuk satuan masyarakat yang bermukim dalam satu wilayah dari unit terkecil yang disebut rukun tetangga hingga negara bahkan masyarakat global. Selayaknya rumah dalam arti praktis tempat tinggal, rumah yang disebut komunitas masyarakat lebih kompleks pemaknaannya. Masyarakat yang ideal tentunya yang memberikan rasa aman, nyaman dan mendorong adanya perubahan dan kemajuan dari berbagai sektor terhadap penghuninya. Untuk memunculkan dinamisasi proses bermasyarakat juga harus melalui pintu masuk yang pas, agar semua lini dari rumah kemasyarakatan tergerak dan terfungsikan secara optimal. Proses untuk menemukan pintu masuk adalah kristalisasi dari perjuangan yang telah dilakukan secara empiris di lapangan, bukan hanya muncul dari relung ruang diskusi, karena belum teruji dalam benturan realita.

Sebagaimana sebuah rumah yang memiliki lebih dari satu pintu, maka rumah kemasyarakatan juga terdiri dari banyak sekali pintu. Pintu kemasyarakatan berarti pendekatan yang dilakukan untuk memasuki generator perubahan yang diinginkan. Pintu masuk bisa di pilih dari profesi masyarakat setempat, pintu pendidikan, kesenian, pariwisata dan lain sebagainya. Tentunya setiap pintu memiliki keunikan dan tahapan pencapaian tersendiri.  Sebagai sebuah formula kami mencoba urun rembug ide yang merupakan hasil rentetan perjalanan dan proses belajar bareng masyarakat selama ini.

Sebagai orang yang terlahir dari rahim masyarakat petani dan peternak, maka secara naluriah akan memilih jalur tersebut untuk mendorong terjadinya perubahan di masyarakat. Berbagai tahapan,proses dan langkah-langkah praktis bersama masyarakat melalui pintu masuk peternakan demi terwujudnya masyarakat yang mandiri dan produktif terus kita upayakan. Peningkatan kapasitas masyarakat peternak melalui proses transfer keilmuan akademis, praktik langsung lapangan dan pendampingan intensif selama hampir empat tahun ternyata belum secara optimal mendorong terjadinya perubahan di masyarakat. Tentunya ini kasuistik pada daerah tempat kami melakukan proses kerja bersama masyarakat. Sampai di titik kulminasi, masyarakat terhenti pada statemen “ beternak gini saja sudah bisa jalan, ngapain harus repot-repot dengan cara-cara baru”. Ungkapan tersebut serasa menohok jantung kerja pemberdayaan yang selama ini dilakukan. Karena dititik tertentu, merubah pola pikir masyarakat merupakan sebuah proses kerja yang amat berat.

Sampai pada tahapan ini serasa lemas untuk melanjutkan melangkah, karena merasa buntu bahwa dengan berbagai pendekatan yang dilakukan ternyata tetap terhenti pada benturan pragmatisme dan keengganan melangkah. Dalam tataran tertentu sebagai seorang manusia tentu wajar ketika kita mengalami frustasi karena rencana dan kerja nyata pupus di tengah jalan. Pada kondisi seperti ini sudah selayaknya ketika orang yang melakukan proses belajar dan kerja bersama masyarakat berhenti sejenak, menata diri untuk memulihkan stamina sembari mencari format gerakan dan pintu masuk yang dirasa pas untuk kembali berproses ditengah-tengah masyarakat. Betatapun terencananya, namun pada titik tertentu tetap akan mengalami ujian sebagai pendewasaan. Terkadang perlu mencari haluan baru untuk mewujudkan cita-cita semula. Itulah sekelumit kerja pemberdayaan yang selama ini kami lakukan berhenti pada pos pemberhentian pertama.

Pada titik pemberhentian tersebut kita terus menggali wawasan dan mencari cara untuk dapat mengawal idealisme, mewujudkan masyarakat produktif. Pada saat itulah, fase 2009 kami mengulang kembali aktivitas lama yang telah ditinggalkan, yaitu terlibat dalam kegiatan pengembangan SDM dengan cara petualangan atau biasa disebut outbound. Kita mengenalkan konsep outbound ndeso sebagai sebuah terobosan baru bagi masyarakat. Dimana konsep yang kami tawarkan adalah menggali berbagai kearifa lokal yang ada serta profesi masyarakat dibidang pertanian dan peternakan sebagai media pembelajaran. Kita memulai langkah baru dengan melibatkan para pegiat mahasiswa disinergikan dengan masyarakat lokal untuk memulai aktivitas sederhana yang kita sebut outbound ndeso tadi. Bagi saya pribadi, itu adalah cara untuk menata kembali langkah serta melakukan penyegaran atas gagalnya proses pembelajaran dengan masyarakat yang selama ini dilakukan pada bidang peternakan. Beberapa teman yang mengelola event liburan sekolah mulai kita hubungi. Ternyata mereka tertarik dan kita mulailah kegiatan itu dilakukan di Dusun Tanon Desa Ngrawan dan sekitarnya.

Lambat laun, walaupun tidak intensif karena saya juga mulai belajar merintis aktivitas usaha produk olahan, namun kegiatan outbound ndeso menjadi pembelajaran tersendiri bagi saya pribadi. Proses interaksi dengan masyarakat tempat saya tinggal mulai kita bangun lebih serius, walaupun dengan cara-cara nonformal. Hingga momentum pada awal januari 2012 saya bertemu dengan Bang Yoss (Bapak Yossiadi Bambang Singgih), beliau menjadi pembina dan praktisi One Day Tour yang banyak mengangkat daerah pedesaan. Kita berdiskusi banyak hal terkait potensi dan strategi yang pas untuk pengembangan masyarakat. Karena beliau seorang praktisi pariwisata, tentu melihat dari sudut pandang pariwisata.

Pada februari 2012 menjadi semakin serius langkah baru yang kami canangkan bersama, yaitu bagaimana Tanon dengan segala kesederhanaannya, namun memiliki keunikan pada hobi kolektif masyarakat dalam bidang kesenian menjadi embrio desa wisata. Kami harus belajar banyak hal dengan cepat dan langsung pada praktek tanpa memahami landasan dasarnya. Mulailah Bang Yoss melalui bendera Yoss Tour Community (YTC) tertarik membawa rombongan untuk menyaksikan pagelaran seni yang ada ditempat kami.

Maka, bermodal nekat kita komunikasikan rencana tersebut dengan para pelaku kesenian dan beberapa tokoh warga. Saya memberanikan diri untuk menyampaikan gagasan tersebut kepada bapak saya dan memohon ijin untuk menebang pohon cengkeh dan jambu yang ada dihalaman rumah beliau, yang rencana digunakan untuk menyambut tamu sekaligus menjadi tempat pementasan. Setelah dapat ijin bapak, maka kami mengajak para pegiat seni untuk membuat lincak yang akan digunakan sebagai tempat tamu duduk menyaksikan pagelaran seni. Setelah semua beres, maka mulai februari tanggal 14 kami menerima kunjungan pertama paket pagelaran seni. Walaupun saya terbiasa mengelola rombongan outbound ndeso, tetapi ini betul-betul sesuatu hal yang baru bagi saya, apalagi bagi masyarakat. Beul-betul proses yang diluar logika kami pada saat itu, dengan segala kepolosan kami menerima kegiatan wisata.

Setelah beberapa kali kunjungan, saya tawarkan konsep outbound ndeso yang selama ini saya jalankan untuk menjadi paket wisata. Ternyata diluar perkiraan saya, ada beberapa rombongan YTC yang teratarik dan mengambil paket outbound ndeso dipadukan dengan pagelaran seni. Setelah itulah saya baru menyadari, bahwa apa yang kita lakukan dari 2009 sebenarnya masuk dalam aktivitas pariwisata. Mulailah Dusun Tanon yang awalnya tidak masuk dalam perhitungan dikawasan sekitarnya mulai dikenal pihak media dan menjadi leih terpublikasi tentang keberadaan aktivitas kami.

Kegiatan tersebut ternyata memberikan pengalaman baru sekaligus pendapatan bagi masyarakat. Disitulah mulai tumbuh kesadaran bagi masyarakat, bahwa kita bisa menjadi masyarakat mandiri dengan berkarya sesuai potensi yang kita miliki.Dengan pendapatan yang ada kami mulai melakukan penataan secara bertahap termasuk membeli perlengkapan yang kami perlukan. Satu hal yang menjadi pelecut bagi ami semua, ternyata tanpa sokongan dana dari pihak manapun pada proses awal, menjadikan kami lebih solid untuk memaksimalkan potensi yang ada menjadi pemantik langkah selanjutnya. Dari perjalanan proses yang kami jalankan memberikan pemahaman bagi kami, bahwa pendekatan pariwisata bisa menjadi salah satu pintu masuk yang efektif untuk mewujudkan kemandirian yang kami idamkan selama ini.Tentunya sampai saat ini, kamipun terus belajar untuk berproses menjadi lebih baik, karena sepenuhnya kami sadar banyak hal yang belum kami ketahui. Lambat laun masyarakat menjadi komunitas masyarakat pembelajar untuk mengatasi berbagai persoalan yang ada.

·         Pegiat dan Ketua Pokdarwis Desa Menari

Posting Komentar untuk "PARIWISATA SEBAGAI PINTU MASUK MENUJU KEMANDIRIAN"