Merobohkan Berhala Dalam Diri
Tadabur pagi ini Allah menuntun pada QS. Al An'am (6) : 74-82. Langkah revolusioner yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS. Bermula dari langkah penghancuran berhala yang disembah masyarakat saat itu. Menuntun pada kepasrahan (muslim) yang akhirnya memberikan rasa aman.
Langkah awal Nabi Ibrahim adalah mempergunakan instrumen akal untuk benar-benar berproses mentadaburi segala kekuasaan Allah di alam semesta. Sebuah ketulusan langkah yang akhirnya menundukkan akalnya pada kekuasaan yang mutlak, yaitu Penggenggam Semesta.
Kenapa dimulai dari proses penundukan akal? Karena akal atau pikiran seringkali menjadi jembatan ego mengakar dan menjalar di dalam diri. Manusia merasa bisa dalam berbagai hal karena melandaskan pada kecerdasan akalnya. Merasa mampu atas kecerdasan akalnya menyebabkan dirinya abai terhadap orang lain. Menuntut orang lain harus mengakui dan menurutinya.
Ternyata kalau ditelusuri, seringkali akal yang merupakan instrumen untuk mengenal Allah justru menjadi berhala itu sendiri. Akhirnya menjadikan merasa lebih baik, merasa harus dihargai. Sayangnya, semakin ego 'merasa' ini menguat, kebahagian seolah pamit dari kehidupan.
Lantas apa sebenarnya jalan kebahagiaan itu? Berkaca pada proses pencarian Nabi Ibrahim. Puncaknya ketika akal sudah tidak mampu memuaskan dahaga spiritualnya. Maka hanya kepasrahan yang bisa dilakukan. Sebuah proses penghancuran ego hingga totalitas.
Di ayat ke 74 pada QS. Al An'am, tersungkurlah kehambaan Ibrahim A.S dalam kepasrahan. "Aku hadapkan wajahku kepada (Allah) yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepasrahan (mengikuti) agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik".
Meneladani kisah Nabi Ibrahim ini, langkah untuk belajar pasrah secara aktif menjadi metode menuju kebahagiaan. Sebuah tahapan untuk menghancurkan dinding ego yang telah menggurita menjadi berhala dalam diri. Karena tanpa penghancuran dinding ego, kita akan terus terhijab dari syahadat (kesaksian) akan keesaan Allah.
Kita harus jujur mengakui, berhala ego telah menjauhkan kita dari kebahagiaan. Betapa, ego semakin dituruti, akan semakin gelisah dan tersiksa. Contoh kecil, kita sering berbeda pendapat dengan orang lain. Ketika pendapat kita ternyata tidak digunakan. Rasa jengkel menguat, dongkol bercokol. Hati-hati, berarti kita telah memberhalakan pendapat kita.
Ternyata keparahan yang selaras dengan makna kata Islam itu sendiri. Harus diawali dari proses penghancuran ego sebagai simbol kesyirikan halus di dalam diri. Maka, Allah menggunakan istrumen ujian (masalah) demi ujian untuk menghancurkan ego ini.
Sampai kita betul-betul nol dalam rasa, yang ada hanya pengakuan "la Haula wala quwwati illa billah". Itulah sebenarnya proses beriman itu sendiri. Jadi jangan merasa aman dan mengatakan kita telah beriman.
Bukankah Allah yang mempertanyakan keimanan kita dengan pertanyaan yang perlu menjadi bahan renungan sepanjang hayat. "Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, "Kami telah beriman," dan mereka tidak diuji?" (QS. Al Ankabut (29): 2).
So, berdamailah dengan ujian. Karena itu adalah tahapan menghancurkan dinding ego. Memurnikan diri agar kesyirikan tidak bersemayam dalam diri karena menuhankan ego. Inilah langkah menuju rasa aman dan menapaki jalan petunjuk.
Maka, mari menguliti diri sendiri, mumpung masih di momentum Dzulhijah. Berapa banyak berhala dari ego yang bertahta dalam diri. Termasuk yang harus diwaspadai adalah berhala ego karena sudah merasa beribadah. Padahal yang diperintahkan adalah beribadah dalam kemurnian hanya semata-mata untuk Allah.
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan syirik, mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk" (QS. Al-An'am: 82).
Langkah teknis tentu kita semua sudah sering mendengar. Yaitu memperbanyak istighfar dan sholat taubat. Tentu perlu dilatih, bagaimana istighfar yang kita lafadzkan masuk kedalam rasa, hingga merelease kedalaman ego kita hingga murni kembali. Dan ini harus dilakukan pengulangan setiap hari, karena berhala ego juga mencuat sepanjang kita masih diperjalankan dalam kehidupan.
Wallahu A'lamu Bish-Showab
Desa Menari, 13 Juni 2025
Murid Sekolah Kehidupan
Posting Komentar untuk "MEROBOHKAN BERHALA DALAM DIRI"